ini adalah post terakhir dari gue... anda tau why ???
because BLOG GUE RUSAK NYOHH, kekunci katanya tpi karna gue gak punya kuncinya gue jadi gak bisa buka kunci nya.
Ya Allah.... apa salah hamba mu in ya Allah...
karna ini yang terakhir gue mau menayangkan post terakhir gue.
tentang sejarah fotografi di dunia nyoh..
cita2 gue tuh sebenernya guru, tapi gue suka berfoto2 ria dan memoto2 ria
ini dia.. cekidot...
because BLOG GUE RUSAK NYOHH, kekunci katanya tpi karna gue gak punya kuncinya gue jadi gak bisa buka kunci nya.
Ya Allah.... apa salah hamba mu in ya Allah...
karna ini yang terakhir gue mau menayangkan post terakhir gue.
tentang sejarah fotografi di dunia nyoh..
cita2 gue tuh sebenernya guru, tapi gue suka berfoto2 ria dan memoto2 ria
ini dia.. cekidot...
Dari Mo Ti hingga Mendur Bersaudara
Kalau
anak kecil minta diajarkan cara menggunakan kamera digital, pasti dalam
beberapa menit Anda bisa membuatnya anteng menjeprat-jepret obyek yang dia
incar. Tapi bagaimana kalau dia minta diceritakan tentang cara pembuatan kamera
digital? Hmm, tulisan ini mungkin bisa membantu Anda.
Dalam buku “The History of Photography” karya Alma
Davenport, terbitan University of New Mexico Press tahun 1991, disebutkan bahwa
pada abad ke-5 Sebelum Masehi (SM), seorang lelaki berkebangsaan Cina bernama
Mo Ti sudah mengamati sebuah gejala fotografi. Apabila pada dinding ruangan
yang gelap terdapat lubang kecil (pinhole), maka di bagian dalam ruang itu
pemandangan yang ada di luar akan terefleksikan secara terbalik lewat lubang
tadi.
Selang beberapa abad kemudian, banyak ilmuwan menyadari
serta mengagumi fenomena pinhole tadi. Bahkan pada abad ke-3 SM, Aristoteles
mencoba menjabarkan fenomena pinhole tadi dengan segala ide yang ia miliki,
lalu memperkenalkannya kepada kyalayak ramai. Aristoteles merentangkan kulit
yang diberi lubang kecil, lalu digelar di atas tanah dan memberinya jarak untuk
menangkap bayangan matahari. Dalam eksperimennya itu, cahaya dapat menembus dan
memantul di atas tanah sehingga gerhana matahari dapat diamati. Khalayak pun
dibuat terperangah.
Selanjutnya,
pada abad ke-10 Masehi, seorang ilmuwan muslim asal Irak yang bernama Ibnu
Al-Haitham juga menemukan prinsip kerja kamera seperti yang ditemukan Mo Ti. Ia
pun mulai meneliti berbagai ragam fenomena cahaya, termasuk sistem penglihatan
manusia. Lalu, Haitham bersama muridnya, Kamal ad-Din, untuk pertama kali
memperkenalkan fenomena obscura kepada orang-orang di sekelilingnya. Waktu itu,
obscura yang ia maksud adalah sebuah ruangan tertutup yang di salah satu
sisinya terdapat sebuah lubang kecil sehingga seberkas cahaya dapat masuk dan
membuat bayangan dari benda-benda yang ada di depannya. Tak heran, pada abad
ke-11 M, orang-orang Arab sudah memakainya sebagai hiburan dengan menjadikan
tenda mereka sebagai kamera obscura.
Kemudian kamera obscura mulai diteliti lagi oleh
Leonardo da Vinci, seorang pelukis dan ilmuwan, pada akhir abad ke-15. Ia
menggambar rincian sistem kerja alat yang menjadi asal muasal kata
"kamera" itu dan mulai menyempurnakannya. Pada mulanya kamera ini
tidak begitu diminati karena cahaya yang masuk amat sedikit, sehingga bayangan
yang terbentuk pun samar-samar. Penggunaan kamera ini
baru populer setelah lensa ditemukan pada tahun 1550. Dengan lensa pada kamera
ini, maka cahaya yang masuk ke kamera dapat diperbanyak, dan gambar dapat
dipusatkan sehingga menjadi lebih sempurna.
Pada
tahun 1575, para ilmuwan berhasil membuat kamera portable yang pertama. Tapi
kamera buatan yang sangat kuno ini tetap hanya bisa digunakan untuk menggambar.
Lalu pada tahun 1680 lahir kamera refleks pertama yang penggunaannya juga masih
untuk menggambar, tapi sudah memiliki sedikit kemajuan. Tapi, lantaran bahan
baku untuk mengabadikan benda-benda yang berada di depan lensa belum ditemukan,
maka kamera ini juga masih dipakai untuk mempermudah proses penggambaran
benda. Sejarah penemuan film baru dimulai pada
tahun 1826. Joseph Nicephore Niepce, seorang veteran Perancis, bereksperimen
menggunakan kamera obscura dan plat logam yang dilapisi bahan aspal untuk
mengabadikan gambar sebuah obyek. Setelah 8 jam mengekspos pemandangan dari
jendela kamarnya melalui proses “Heliogravure”, ia berhasil melahirkan sebuah
imaji yang agak kabur dan mempertahankan gambar secara permanen.
Keberhasilannya itu dianggap sebagai awal dari sejarah fotografi. Gambar yang
dibuat oleh Niepce itu diberi judul “View from The Window at Le Gras” dan
menjadi foto pertama yang pernah ada di dunia.
Kalau
nama Niepce tercatat sebagai fotografer pertama yang mengabadikan sebuah
gambar, Louis J.M. Daguerre adalah orang yang pertama kali membuat foto yang di
dalamnya terdapat sosok manusia. Pada foto yang diambil dari jarak jauh di
tahun 1839 itu, tampak seseorang lelaki sedang berdiri dan mengangkat salah
satu kaki saat sepatunya sedang dibersihkan oleh orang lain di pinggir sebuah
jalan raya. Daguerre dinobatkan sebagai orang pertama yang berhasil membuat
gambar permanen pada lembaran plat tembaga perak yang dilapisi larutan iodin,
lalu disinari selama satu setengah jam dengan pemanas mercuri (neon). Proses
ini disebut “daguerreotype”. Untuk membuat gambar permanen, pelat itu dicuci
dengan larutan garam dapur dan air suling.
Percobaan-demi
percobaan terus berlanjut, sampai akhirnya William Henry Talbott dari
Inggris pada 25 Januari 1839 memperkenalkan “lukisan fotografi” yang juga
menggunakan kamera obscura, tapi ia membuat foto positifnya pada sehelai kertas
chlorida perak. Kemudian, pada tahun yang sama Talbot menemukan cikal bakal
film negatif modern yang terbuat dari lembar kertas beremulsi, yang bisa
digunakan untuk mencetak foto dengan cara “contact print”. Teknik ini juga bisa
digunakan untuk cetak ulang layaknya film negatif modern. Proses ini disebut
Calotype yang kemudian dikembangkan menjadi Talbotypes. Untuk menghasilkan
gambar positif, Talbot menggunakan proses Saltprint. Gambar dengan film negatif
pertama yang dibuat Talbot pada Agustus 1835 adalah pemandangan pintu
perpustakaan di rumahnya di Hacock Abbey, Wiltshire, Inggris.
Penemuan-penemuan
teknologi pun semakin bermunculan seiring dengan masuknya fotografi ke dunia
jurnalistik. Tapi, lantaran orang-orang jurnalistik belum bisa memasukkan foto
ke dalam proses cetak, mereka menyalin foto yang ada dengan menggambarnya
memakai tangan. Surat kabar pertama yang memuat gambar dengan teknik ini adalah
The Daily Graphic, yakni pada 16 April 1877. Gambar berita pertama dalam surat
kabar itu adalah sebuah peristiwa kebakaran.
Kemudian,
ditemukanlah proses cetak “half tone” pada tahun 1880 yang memungkinkan foto
dimasukkan ke dalam surat kabar. Foto paling pertama yang ada di surat kabar
adalah foto tambang pengeboran minyak Shantytown yang muncul di surat kabar
“New York Daily Graphic” di Amerika Serikat pada tanggal 4 Maret 1880. Foto itu
adalah karya Henry J Newton.
Fotografi
kemudian berkembang dengan sangat cepat. Menurut Szarkowski dalam Hartoyo
(2004: 22), arsitek utama dunia fotografi modern adalah seorang pengusaha
bernama George Eastman. Melalui perusahaannya yang bernama Kodak Eastman,
George Eastman mengembangkan fotografi dengan menciptakan serta menjual roll
film dan kamera boks yang praktis. Saat itu, dunia fotografi sudah mengenal
perbaikan lensa, shutter, film, dan kertas foto. Penemuan-penemuan tersebut
telah mempermudah orang mengabadikan benda-benda yang berada di depan lensa dan
mereproduksinya. Dengan demikian, para fotografer, baik amatir maupun
profesional, bisa menghasilkan suatu karya seni tinggi tanpa terhalang oleh
keterbatasan teknologi.
Pada Tahun 1900 seorang juru gambar telah menciptakan
kamera Mammoth. Ukuran kamera ini amat besar. Beratnya 1,400 pon, sedangkan
lensanya memiliki berat 500 pon. Untuk mengoperasikan atau memindahkannya, sang
fotografer membutuhkan bantuan 15 orang. Kamera ini menggunakan film sebesar
4,5 x 8 kaki dan membutuhkan bahan kimia sebanyak 10 galon ketika memprosesnya. Lalu, pada tahun 1950, pemakaian prisma untuk memudahkan
pembidikan pada kamera Single Lens Reflex (SLR) mulai ramai. Dan di tahun yang
sama, Jepang mulai memasuki dunia fotografi dengan memproduksi kamera NIKON. Di
tahun 1972, kamera Polaroid yang ditemukan oleh Edwin Land mulai dipasarkan.
Kamera Polaroid ini mampu menghasilkan gambar tanpa melalui proses pengembangan
dan pencetakan film.
Kemajuan teknologi turut memacu fotografi dengan sangat
cepat. Kalau dulu kamera sebesar tenda hanya bisa menghasilkan gambar yang
tidak terlalu tajam, kini kamera digital yang cuma sebesar dompet mampu membuat
foto yang sangat tajam dalam ukuran sebesar koran.
Sejarah Fotografi di Indonesia
Perkembangan fotografi di Indonesia selalu berkaitan dan
mengalir bersama momentum sosial-politik perjalanan bangsa ini, mulai dari
momentum perubahan kebijakan politik kolonial, revolusi kemerdekaan, ledakan
ekonomi di awal 1980-an, sampai Reformasi 1998.
Pada tahun 1841, seorang pegawai kesehatan Belanda
bernama Juriaan Munich mendapat perintah dari Kementerian Kolonial untuk
mendarat di Batavia dengan membawa dauguerreotype. Munich diberi tugas
mengabadikan tanaman-tanaman serta kondisi alam yang ada di Indonesia sebagai
cara untuk mendapatkan informasi seputar kondisi alam. Sejak saat itu, kamera
menjadi bagian dari teknologi modern yang dipakai Pemerintah Belanda untuk
menjalankan kebijakan barunya. Penguasaan dan kontrol terhadap tanah jajahan
tidak lagi dilakukan dengan membangun benteng pertahanan atau penempatan
pasukan dan meriam, melainkan dengan cara menguasai teknologi transportasi dan
komunikasi modern. Dalam kerangka ini, fotografi menjalankan fungsinya lewat
pekerja administratif kolonial, pegawai pengadilan, opsir militer, dan
misionaris.
Latar itulah yang menjelaskan mengapa selama 100 tahun
keberadaan fotografi di Indonesia (1841-1941) penguasaan alat ini secara
eksklusif ada di tangan orang Eropa, sedikit orang Cina, dan Jepang.
Berdasarkan survei dan hasil riset di studio foto-foto komersial di Hindia
Belanda tentang foto-foto yang ada sejak tahun 1850 hingga 1940, dari 540
studio foto di 75 kota besar dan kecil, terdapat 315 nama orang Eropa, 186
orang Cina, 45 orang Jepang, dan hanya empat orang lokal Indonesia, salah
satunya adalah Kasian Cephas.
Kasian Cephas adalah warga lokal asli. Ia dilahirkan pada
tanggal 15 Februari 1844 di Yogyakarta. Cephas sebenarnya adalah asli pribumi
yang kemudian diangkat sebagai anak oleh pasangan Adrianus Schalk dan Eta
philipina Kreeft, lalu disekolahkan ke Belanda. Cephas-lah yang pertama kali
mengenalkan dunia fotografi ke Indonesia. Meski demikian, literatur-literatur
sejarah Indonesia sangat jarang menyebut namanya sebagai pribumi pertama yang
berkarir sebagai fotografer profesional. Nama Kassian Cephas mulai terlacak
dengan karya fotografi tertuanya buatan tahun 1875.
Dibutuhkan waktu hampir seratus tahun bagi bangsa ini
untuk benar-benar mengenal dunia fotografi. Masuknya Jepang pada tahun 1942
telah menciptakan kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk menyerap teknologi
ini. Demi kebutuhan propagandanya, Jepang mulai melatih orang Indonesia menjadi
fotografer untuk bekerja di kantor berita mereka, Domei. Pada saat itulah
muncul nama Mendur Bersaudara. Merekalah yang membentuk imaji baru tentang
bangsa Indonesia.
Lewat fotografi, Mendur bersaudara berusaha menggiring
mental bangsa ini menjadi bermental sama tinggi dan sederajat. Frans Mendur
bersama kakaknya, Alex Mendur, juga menjadi icon bagi dunia fotografer
nasional. Mereka kerap merekam peristiwa-peristiwa penting bagi negeri ini,
salah satunya adalah mengabadikan detik-detik pembacaan Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia. Inilah momentum ketika fotografi benar-benar
"sampai" ke Indonesia, ketika kamera berpindah tangan dan orang
Indonesia mulai merepresentasikan dirinya sendiri.
ini yang terakhir dari gue
kalo kangen buka aja ni blog
tp gak tau dah bisa kebuka ato enggak... ah udh ah pen bekerja banting pulsa modem gue nyoh..
wassalam mba mas broh.....
0 komentar:
Posting Komentar